
Di
masa kini ada dua macam buku yaitu buku cetak dan buku digital. Membuat dan menerbitkan buku adalah dua hal yang berbeda. Membuat
dan menerbitkan buku bisa dilakukan oleh
siapa saja. Tinggal datangi penerbit untuk mencetak buku yang kita punya, bayar
cetakan, maka terbitlah buku. Apalagi buku digital, tinggal upload selesai.
Tetapi
bisa menerbitkan buku ke penerbit yang besar adalah akibat dari karya yang dihasilkan
terbukti baik. Karya yang baik itu (baik fiksi maupun non fiksi) adalah karya
yang mampu menjawab permasalahan saat ini, maka akan dicari, diterbitkan, dan
dibaca. Tetapi itu juga jangan dijadikn sebagai tujuan awal atau rencana dari
seorang penulis, jadikanlah itu sebagai sebuah tantangan. Yang terpenting bagi
penulis adalah bagaimana bisa menuangkan dan mengungnkapkan pikiran supaya
diingat sepajang masa. Bagaimana berkarya, mengasah batu menjadi sebuah intan.
Narasumber
menceritakan bahwa mula-mula menulis secara bersama tentang pendidikan, dan
sesudahnya menemukan passion-nya sendiri
di buku anak. Ini berkaitan dengan pengalamannya dalam mencari buku anak yang
sulit didapat, harganya mahal, dan kalau ada buku impor apabila di-translate ada konteks yang tidak tepat.
Beliaupun
membagikan resep menulis yang dipakai berkarya hingga menerbitkan beberapa buku
anak. Cukup 4R.
1. Renjana
Renjana (passion) yaitu
sesuatu yang menarik bagi seseorang sehingga
menjadi pemikiran dan kalau melakukan terasa mudah, nyaman dan menyenangkan. Mulailah
menulis apapun itu mulai dari suatu yang disukai baik fiksi atau nonfiksi. Kalau
renjananya di disitu maka dengan menulis apa yang disukai maka akan mengalir kata-kata
dengan mudah. Kalaupun ada yang terhenti di tengah jalan itu hal wajar dialami
siapa saja. Passion beliau di buku anak
selain alasan yang telah disebutkan di atas, juga ingin menjadikan buku
anak-anak yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Selain itu juga ide-ide
sederhana menjadi besar dan berdampak luar biasa untuk anak-anak Indonesia.
2. Rutin
Yang dimaksud rutin disini bukan
hanya rutin menulis tetapi rutin membaca. Apapun yang dilihat akan menjadi bahan
bacaan. Dengan banyak membaca akan banyak pula dalam pikiran yang ingin dituangkan
dalam tulisan. Karena kosa kata bacaan sama dengan kosa kata menulis berbeda dengan
kosa kata lisan. Kalau mendengar cenderung ingin berbicara tetapi kalau membaca
berkecenderungan ingin menulis.
Rumus penulis hebat akan selalu meluangkan tempat dan waktu untuk menulis.
Ini menyebabkan ketika pada waktu itu dan di tempat itu tergerak untuk menulis karena
ada frame menulis pada pikirannya. Untuk
membentuk sebuah rutinitas perlu adanya predictable
(place and time). Menulis itu dimana
saja, kapan saja, dan tentang apa saja. Dengan demikian seorang penulis
memiliki bank-bank catatan untuk menulis baik melalui HP (bisa melali rekaman)
ataupun catatan-catatan kecil dalam buku.
Berbekal bank-bank catatan tersebut tinggal melakukan riviu untuk
dijadikan draf tulisan. Bahan cerita harus rinci, bukan hanya yang terlihat
tetapi melibatkan emosi seperti apa. Orang yg memendam akan kalah dengan orang
yang mengungkapkan, orang yang menunggu akan kalah dengan orang yang melakukan.
3. Reviu
Bank-bank cerita akan direviu untuk dijadikan sebuah tulisan yang
lengkap, menarik, dan sesuai dengan sasaran pembacanya. Ini adalah proses
terpajang dalam menjadikan sebuah tulisan yang bermutu dan menarik untuk
dikonsumsi pembaca. Pada saat draf tulis semua yang ingin ditulis tidak perlu
melihat apa, siapa, alur, detil. Biarkn mengalir sesuai degan jalan pikiran
ketika tulisan dituangkan melalui jemari. Baru pada tahap reviu dilihat apa,
siapa, alur, detil kalau buku nonfiksi quot-quot-nya,
alur berpikirnya. Pada reviu juga melihat market-nya,
siapa pembacanya, apa yang dibutuhkan. Pembaca butuh apa, teknisnya,
aplikasinya, back ground knowledge-nya,
atau alasan-alasan dibalik pendekatan itu tetapi tidak terlalu banyak karena
bukan buku ilmiah tetapi buku populer.
Kalau renjananya di bidang ilmiah sebuah penelitin misalnya, jangan
mejadi sebuah tulisan laporan di-submit
untuk jurnal tetapi jadikan itu popular jadi jangan bermacam-macam quot dari pustaka- pustaka yang ada, tetapi
harus ambil angle yang populer yang
dekat dengan kehidupan (audein) yang apply
able.
4. Ruang bagi Pembaca
Revui yang dilakukan oleh diri sendiri tetapi yang lebih penting adalah
reviu yang dilakukan oleh pembaca yang dituju. Ruang pembaca artinya bukan untuk
feedback yang positif tetapi justru feedback-feedback yang negatif sehingga
tahu apa yang harus diperbaiki, apa yang tidak disukai, apa yang bagi mereka
sulit, apa yang tidak menarik itu yang lebih penting. Tetapi jaga sampai ruang
pembaca ini menghilangkan jati diri penulis. Terkadang reviu dari pembaca
sasaran itu adalah hal-hal yang tidak terpikirkan oleh penulis. Karena pembaca
memiliki pola pikir yang berdeda, penangkapan yang berbeda. Karena seorang
penulis tidak ada artinya tanpa pembaca.
Menoreh Jawaban
1. Rumus 4 R adalah rangkuman dari pengalaman-pengalaman
penulis yang hebat yang sudah menerbitkan banyak buku dan disukai. Mereka akan
menulis yang betul-betul sesuai dengan renjananya dan terbiasa menulis (rutin).
Ketika awal menulis sebuah buku, jangan dipusingkan dengan editing dan lain-lainnya yang justru akan menghambat jadinya sebuah
naskah. Tapi setelah itu, baru dilakukan review
berulang (dan ini proses panjang). Seringkali naskah final sangat berbeda dari
naskah awalnya. Kekuatannya ada di review
ini. Untuk ruang pembaca, tujuan kita menulis adalah untuk dibaca jadi perlu
mendengar masukan dari pembaca juga. Tapi jangan sampai kita juga hanyut
menulis hanya untuk memenuhi kebutuhan pembaca, nanti tidak timbul kebahagiaan.
Mengelola
4R yaitu dengan MELAKUKAN maka akan menemukan polanya tersendiri. Yang perlu
diingat adalah di awal, tulis dulu apa yang mudah, tapi perlu dipaksakan juga
agar menjadi rutinitas. Dengan begitu akan sangat terbiasa. Saat ingin di-publish ke orang lain, maka perlu
dilakukan reviu berulang-ulang. Jangan lakukan reviu saat menulis di awal,
karena nanti tidak akan jadi karya karena berkutat dengan banyak hal.
Review
buku yang dimaksudkan adalah sebelum buku diterbitkan, maka buku itu diberikan
kepada pembaca tertentu untuk membacanya agar memberikan masukan positif atau
negatif dari buku yang ditulis. Adalah salah satu usaha individu penulis untuk
mendapat masukan. Kalau sudah ke penerbit, maka ada mekanismenya lagi tapi
penulis sudah bisa menjelaskan targetnya siapa, tanggapannya bagaimana, hingga
buku itu bisa dibilang layak terbit.
2. Renjana adalah passion, ketertarikan pada satu hal yang akan mengerahkan energi
untuk itu dengan senang hati. Menulis sesuatu yang sesuai dengan renjana, itu
akan menjadi kekuatan di awal. Manusia memerlukan reward langsung. Saat menulis sesuatu yang sesuai dengan minat,
maka akan menikmatinya dan hasilnya pun akan cepat jadi. Hasil tulisan yang
jadi ini menjadi reward sendiri
sehingga akan terus termotivasi untuk menulis. Setelah itu, barulah berkreasi
dengan berbagai genre agar bisa
menguasai menulis berbagai hal.
Beliau
menemukan renjana berawal dari pendidikan di Amerika & Jepang, mereka
sangat serius memikirkan buku anak. Tidak halnya di Indonesia. Sebenarnya ini
juga berawal dari kebutuhan, saat di Jepang putranya masih TK dan akan kembali
ke Indonesia masuk SD. Jadi beliau harus mengajarkan membaca. Beliau minta
dikirimkan buku-buku dari Indonesia tapi tidak puas. Lalu beliau menulis buku
sendiri dan ternyata itu menyenangkan dan merasa bisa memberi solusi pada
permaslaahan yang ada. Selanjutnya beliau juga melakukan penelitian di bidang
membaca usia SD, dan salah satu hal yang dibutuhkan adalah buku anak
berkualitas. Di pasar, buku anak berkualitas itu biasanya harganya mahal. Ini
yang menjadi motivasi besar, menciptakan buku-buku berkualitas dengan harga
terjangkau. Ini yang menjadi motivasi terbesar dan itulah passion beliau. Hal tersebut yang melatari berdirinya Tangga Edu
bagaimana memberi manfaat sebesar mungkin untuk negeri Indonesia tercinta ini.
Ada
orang-orang yang dari awal sudah tahu apa bidang menulis yang akan digelutinya tetapi
tidak sedikit yang butuh waktu. Mengenal
passion sendiri adalah dengan cara :
o
Rutin menulis, maka semakin lama akan kelihatan kecederungannya. Bahkan,
dengan mengumpulkan bank tokoh, situasi, pengalaman ke dalam bentuk
rekaman/tulisan pun nanti akan terlihat apa yang menjadi renjananya. Bisa dilihat
dari bank yang sudah dikupulkan, apa yang menarik, yang mendorong untuk
mengungkapkan, itulah renjana.
o
Cara lain paling mudah mengetahuinya adalah
dengan melihat mana tulisan yang paling cepat saya selesaikan dan kita merasa
mudah.
Sebagai
awal, tulis dulu sesuatu yang mudah, yang sesuai dengan renjana, yang senang
saat menuliskannya. Ini gunanya untuk memberi reward terhadap diri sendiri. Dengan jadinya naskah yang disukai,
itu akan menjadi bahan bakar untuk terus menulis. Jika di awal sudah tidak
cukup motivasinya, maka akan terhambat. Tulislah sesuatu yang betul-betul isi
kepala atau hati yang ingin disampaikan ke orang lain. Selanjutnya,
menyesuaikan diri dan bisa menulis dengan genre
apapun, tentu dengan latihan dan pembiasaan. Bahkan harus bisa menulis sesuai
dengan kebutuhan pembaca. Ini yang nantinya perlu dikuasai setelah menguasai
sedikit hal yang menjadi kekuatan utama.
3. Pada R ke-4 Ruang untuk Pembaca agar menyiapkan
diri untuk terbuka terhadap berbagai masukan. Tapi lihat, kalau dia tidak suka
karena berkaitan dengan selera yang berbeda, maka dia bukan target pembaca dan
ini informasi yang berharga. Tulisan akan memiliki target pembacanya sendiri.
Tapi kalau pembaca tidak suka karena interpretasi yang salah dari hasil karya
tersebut, mungkin cara menuliskannya perlu diperbaiki.
Menerima
tanggapan negatif memang tidak mudah. Jangan sampai juga itu medemotivasi dan
menghilangkan jati diri. Saat mendengar tanggapan pembaca, yang perlu ditahui
sebenarnya adalah penangkapan pembaca terhadap hasil tulisan. Apakah sama
seperti apa yang ingin disampaikan? Jika berbeda, apa yang berbeda (tentu perlu
ada ruang imajinasi yang berbeda antara pembaca dan penulis). Kemudian
"keseluruhan" atau "detail" apa yang tidak disuka. Kalau
tidak suka karena selera yang berbeda, maka bisa jadi pelajaran bahwa org dgn
persona seperti dia bukanlah target pembaca kita. Jika tidak sukanya karena
"persepsi" atau "terjemahan" yang berbeda dari yang
sebenarnya ingin disampaikan, maka mungkin ada penulisan yang perlu diperbaiki.
4. Pada tahap awal menulis sebaiknya menulis untuk
tujuan diri sendiri. Apa yang ingin disampaikan agar keluar jati diri sambil
melihat yang cocok dengan tulisan itu, pembaca yang bagaimana. Baru kemudian akan
berkembang, mulai menulis berdasarkan "pesanan" artinya menentukan
dulu sasaran pembacanya. Misalnya menulis untuk remaja maka ada bahasa-bahasa
yang perlu disesuaikan, maka akan menulis dengan "frame" pembaca yang ada di kepala. Nanti minta pendapat dari
pembaca yang dituju sesuai sasaran.
MULAI
SAJA DULU (seperti iklan di tv yaa...). Ini yang paling penting. Jika memang
tertarik dengan penelitian, coba ambil salah satu sudut dari penelitiannya
untuk dijadikan artikel (bukan keseluruhan penelitian). Ambil sisi yang dapat
dibangun konektivitasnya pada pembaca secara umum.
5. Beliau membuat buku anak dengan desain
berjenjang di awal. Mulai dari pembaca pemula yang harus penuh dengan gambar.
Untuk ini tentu harus bekerja sama dengan ilustrator. Banyak komunitas-komunitas
ilustrator saat ini, termasuk di medsos. Tapi pada jenjang yang lebih tinggi,
buku anak akan lebih sedikit gambarnya bahkan tidak bergambar (novel anak). Tentukan
saja di jenjang mana yang ingin ditulisnya.
Beliau
menulis buku berjenjang maka banyak pakem yang harus diperhatikan. Biasanya
beliau memulai dari sesuatu value
yang ingin dikenalkan pada anak tapi tidak dengan cara doktrin tapi tertangkap.
Agar dapat banyak ide, maka harus banyak menonton film anak, bergaul dengan
anak-anak dan membaca buku-buku anak. Contohnya buku "Sihdeh &
Robot" yang intinya mengenalkan cara menenangkan diri dengan menarik napas
panjang. Kecenderungan anak laki-laki agak sulit untuk menenangkan diri saat
marah, maka diambillah tokoh robot agar relate
dengan anak laki. Setelah itu dibuat prosesnya, termasuk membuat story board. Dibaca anak-anak, lalu
reviu, dan revisi lagi dst. Dari masukan anak, bahkan judulnya pun ada
perubahan.
Imajinasi
mejadi kekuatan dari buku anak seperti binatang berbicara, anak pergi ke ruang
angkasa, berteman dengan robot, itu adalah imajinasi. Tetapi takhayul dan
imajinasi yang mengandung kekekrasan sangat dilarang. Beliau keberatan dengan
anak durhaka menjadi batu, siasat membuh raksasa seperti dalam legenda asal
usul Danau Batur, dll. Sikap jahat akan ada akibatnya, dan bisa dalam bentuk
imajinasi tapi sebisa mungkin berkaitan dengan perbuatannya & tidak
berlebihan.
6. Saat tulisan dipublikasikan maka hak penulis
terhadap interpretasi terhadap tulisan itu menjadi hilang. Interpretasi dan
tanggapan pembaca tidak bisa kita kontrol. Maka perlu kebesaran hati, karena
bisa saja tanggapan yang tidak baik yang diterima. Tentang hak cipta yang
dikopi, maka pada saat membaginya ke dunia maya, maka harus siap bahwa itu
menjadi milik publik. Walaupun itu salah, tapi di dunia maya sulit
mengkontrolnya.
7. Untuk buku non fiksi perlu kerangka, paling
tidak poin-poin penting yang ingin disampaikan. Tidak bisa memulai karena
berpikir "keseluruhan" dulu, maka ini akan menghambat di awal. Dari
poin-poin yang sudah dikumpulkan, pilih satu dulu yang akan difokuskan dan
tuliskan, selesaikan. Ini akan menjadi reward
untuk menulis selanjutnya.
Kalau
suka fisika untuk tahap pertama maka sebaiknya pilih buku fisika. Ini untuk
menciptakan reward bagi diri di awal
agar kita terus termotivasi untuk menulis. Namun setelah itu lebarkan sayap...
Coba buat artikel lain yang tetap mengaitkan dengan fisika (ilmiah menjadi
populer) dan berkreasi dengan genre-genre
lain.
Banyak
buku-buku yang sekarang best seller
adalah buku-buku ilmiah tapi disajikannya dalam bentuk populer tidak penuh
dengan data-data yang memusingkan. Dari buku-buku semacam ini penulis membahas
"Permasalahan" kemudian "jawabannya" dengan sedikit-sedikit
memasukkan teori-teori pendukung. Jadi yang dibahas bukan teroinya, ada unsur
emosi kuat yang dibangun sehingga ada konektivitas dengan pembaca. Beberapa
contoh buku ilmiah dibuat populer, seperti: Good
to Great (penelitian dari 500 perusahaan sukses dunia, The Miracle of Endorphin (pendekatan psikologis untuk metode
pengobatan), The Leader in Me
(praktik-praktik di sekolah yang menerapkan 7 Habit). Bagaimana menampilkan
"voice" pada buku populer
atau membangun emosi, misalnya dengan memasukkan isi wawancara, atau data-data
non formal yang lebih hidup.
ayo menulis buku anak
ReplyDeleteWiki lenlap smt. Mampir ke blok sy cakinin.blogspot.com
ReplyDelete