Langit yang biru tak
nampak dari pagi. Gugusan mendung putih keabu-abuan sudah seminggu selalu
menyelimuti angkasa. Kadang menjadi hujan tak lebat kadang pula hanya gerimis,
berselang-seling dengan hujan agak deras. Namun selama seminggu ini pula tak
terjadi hujan yang amat deras. Bagi banyak orang suasana seperti ini enaknya
bermalas-malasan sambil minum kopi dan gorengan hangat, nonton tivi atau main
hp.
Di lapang Bintang
begitu ramai banyak orang yang didominasi oleh remaja pelajar SMP. Pertandingan
sepak bola PORDA antar SMP sedang berlangsung dan baru memasuki babak
penyisihan. Jarum jam menunjuk angka 10.10 seperti pada iklan arloji pada
umumnya. Namun pertandingan belum juga ada tanda-tanda akan dimulai. Anak-anak
sudah jenuh menunggu. Sudah capek kata orang tua. Tapi anak-anak tetap antusias
menunggu jadwal yang sudah ditentukan.
“Anak-anak ingat
ya, jangan sampe emosi kalao bermain”,
Pak Udin mengingatkan pada anak asuhnya.
“Ya, Pak. Kapan
mainnya, Pak? Dah bosan nunggu. Bekal udah habis lagi”, salah seorang siswanya
berujar.
“Tenang ntar dikasih makan sama bapak. Tapi nasi
doang, ya!”, sahut Pak Udin.
“Emangnya ayam,
Pak?”, jawab Ucok yang disambut kemeriahan gelak tawa anak-anak.
“Lha emang kamu orang?”, timpal Pak Udin.
“Yeeee”, anak-anak
balik merespon jawaban Pak Udin.
“Pak emang kita main
keberapa, sih?”, tanya salah seorang siswa yang lain.
“Ke-3, tadi kan udah
bapak jelasin”, jawab Pak Udin.
“Uuuu...”, anak-anak
mencibirkan dan ada yang menyambung, “Dasar oon,
dodol”.
“Kan akoh belon tau.
Kan akoh tadi jajan. Kan akoh bekalnya banyak.
Kan....”, belum juga selesai berkata ada yang menyela.
“Kan akoh oleng”, dan disambut gelak tawa yang lain.
Memang Pak Udin
sudah menjelaskan di awal sebelum berangkat. “Pada tekmit kemarin, Tim sekolah
kita dapat undian 9 di grup B. Artinya, kita dapat bye bersama dengan undian 1 juga dapat bye. Kita langsung 8 besar grup. Kalo kita menang 3 x berarti juara
grup dan masuk final melawan juara grup A. Hari ini kita main ke-3. Sebelum berangkat mari berdoa,....”.
“Mang, saya duluan,
ya!”. Setelah semua menaiki mobil bak terbuka, Pak Udin mendahului berangkat.
Bapak kepala dan para siswa yang tak ikut dalam kegiatan PORDA mengantarkan
dengan melambaikan tangan sambil bersorak sorai.
“Para hadirin dan
penonton, waktu tenggang telah berlalu. Untuk itu sebagai pertanda bahwa tim
kesebelasan undian 9 SMP N 2 Cipunagara hadir dan siap bertanding, dimohon
segera memasuki lapangan pertandingan. Wasit yang memimpin...” suara dari
pengeras yang menjadi sarana untuk kepentingan perlombaan terdegar nyaring.
“Horeeee....”,
anak-anak bersorak sarai bahwa
pertandingan pertama menang WO.
Pak Udin mencari
info tentang lawan yang kena WO. Pak Udin dengan sesama guru PJOK
berkomunikasi. Akhirnya Pak Udin memberitahukan kepada anak didiknya kalo lawannya
mengalami musibah. Pada pertandingan sebelummnya dalam keadaan hujan agak
deras. Namun komisi pertandingan tetap melanjutkan pertandingan karena desakan
dari para pembimbing agar tak membuang waktu dan menyita kegiatan lain.
Pertandingan yang dilaksanakan dalam kedaan hujan yang dilewati membuahkan
hasil 5:4 dengan adu pinalti. Namun kemenangan yang diperoleh harus di bayar
mahal. Para pemain terserang demam dan tak dapat bertanding di pertandingan
berikutnya. Jadi tim Spendra seakan menang di atas penderitaan tim lawan.
Anak-anak merasa kurang gembira sesudah mendengar penjelasan Pak Udin. Namun
apa boleh buat, mereka juga harus melaju ke babak berikutnya.
“Anak-anak, mari
kita doakan smoga tim lawan kita yang kena musibah segera dapat pulih kembali”.
Kemudian Pak Udin
memimpin berdoa. “Kita istirahat. Kalao mau lihat pertandingan dan perlombaan
yang lain silakan, tapi harus tetap berkomunikasi. Kita akan bertanding lagi
nanti pukul 2. Jadi setengah 2 kalian harus sudah ada di sini lagi”.
“Siap, Pak”, jawab
anak-anak.
Keenambelas siswa
yang mengikuti tim sepak bola, enam diantaranya tak beranjak dari tribun tempat
mereka berkumpul.
“Males, Pak. Panas,
takut item”, canda salah satu anak.
“Panas gemana, cuaca
kayak gini dibilang panas”, jawab Pak Udin. Yang ditimpali hanya nyengir.
Sedangkan yang
sepuluh orang terbagi menjadi 2 kelompok, 4 orang dan 6 orang. Dua kelompok
menuju ke lokasi yang berbeda. Pak Udin berkoordinasi dengan sesama rekan Pak
Udin yang membimbing tim sepak bola sekolahnya. Mereka tampak berdiskusi,
berbincang kadang disertai dengan senyum dan tawa. Hari semakin siang namun
matahari tak tampak. Langit tetap berwarna abu namun tak gelap.
Panitia sudah
kembali menempati posnya masing-masing. Pengeras suara yang tadinya memutar
lagu-lagu juga mulai check sound.
“Para hadirin,
pembimbing, pemain, dan penonton,
pertandingan ke-5 pada pukul 12.30 hari ini akan di mulai. Tim yang akan
bertanding dimohon untuk bersiap-siap dan memasuki lapangan pertandingan”,
panitia mengawali suaranya. Dua tim mulai memasuki lapangan pertandingan. Kedua
tim menggunakan kaos yang sama warnanya. Yang membedakan warna nomor
punggungnya. Yang satu menggunakan nomor punggung berwarna biru sedangkan tim
yang satunya nomor punggung berwarna putih. Seragam yang digunakanpun
sepertinya masih baru dua-duanya.
Ternyata kedua tim
membawa suporter. Tribun penonton yang tadinya hanya berisi para pemain yang
menunggu giliran bertanding kini terisi oleh suporter kedua tim. Para suporter
terbelah menjadi dua dan menempati tribun yang terhalang oleh pintu masuk.
Mereka membawa bunyi-bunyian. Pertandigan pada sesi kali ini lebih meriah
dibanding dengan pertandingan sebelumnya. Pak Udin tak begitu mengikuti
pertandingan kedua tim. Kadang menelpon, membalas pesan, dan sekali-kali ikut
bersorak dan memberi semangat pada tim yang dibimbing oleh kawan dekatnya.
Memang pertandingan
sesi ini lebih hidup karena selain suara reporter panitia juga ada suara
gemuruh penonton. Pertandingan tetap imbang tak membuahkan gol sampai dengan
turun minum. Pada babak kedua tensi pertandingan agak sedikit naik sehingga ada
dua kartu kuning keluar dari wasit kepada masing-masing satu pemain di kedua
kesebelasan. Memasuki waktu akhir terjadi kemelut di depan gawang tim yang
bernomor punggung putih dan membuahkan hadiah tendangan dua belas pas bagi tim
bernomor punggung biru.
Dari tribun penonton
terdengar teriakan-teriakan bernada mengejek, mengumpat, dan kata-kata kasar
dari kedua belah pihak pendukung. Panitia bagian keamanan mulai bersiaga di dekat
tribun mengantisipasi kalao terjadi
keributan. Gelas dan botol plastik bekas air minum dilempar-lemparkan kearah
lapang oleh pendukung tim bernomor punggung putih karena merasa tak puas dengan
keputusan wasit.
Eksekusi
dilaksanakan dan “Goooool”, teriakan reporter dan pendukung tim pencetak gol
bersorak sorai, meneriakkan yel-yel, dan teriakan ejekan. Sampai pertandingan
berakhir kedudukan tak berubah 1-0 untuk kemenangan tim yang bernomor punggung
biru.
Pak Udin gelisah
karena belum melihat anak-anak. Mau menelpon tak mungkin karena pasti kalah
dengan suara kegaduhan penonton. Mau berpindah tempat takut justru akan menjadikan
keadaan lebih tak menentu.
“Kalian tunggu di
sini, ya! Bapak mau nyari teman-teman kalian di luar”, Pak Udin berpesan kepada
siswa yang sejak tadi menemaninya.
“Ya, Pak!”, jawab
mereka bebarengan.
Pandangannya
mengelilingi tribun dari atas ke bawah ke samping, mutar lagi dan seterusnya.
Kemudian menuruni tangga menuju ke bawah untuk ke luar. Sementara panitia
bagian keamanan menggiring suporter yang memenangkan pertandingan keluar
stadion agar membubarkan diri lebih dahulu. Suporter yang mendukung tim yang
kalah diarahkan keluar dan diawasi. Pak Udin mengikuti arah suporter keluar dai
stadion. Ternyata anak asuh Pak Udin sudah berada di bawah tangga pintu masuk.
Mereka juga sudah mengenakan seragam lapangan.
“Dikira Bapak kalian
masih berkeliaran di luar”, kata Pak Udin menyembunyikan kekhawatiran. “Ayo
kita ke atas menaruh barang-barang bawaanmu!” mereka mengikuti Pak Udin menuju
tempat duduk semula. Siswa yang tadinya bersama Pak Udin juga sudah siap dengan
pakaian seragamnya.
“Baiklah, kalian
pemanasan dulu, ya!” Pak Udin beranjak dari duduknya menuju ke lapang bersama
timnya. “Masih ada waktu 10 menit untuk melemaskan badan dan mengakrabkan
bola”. Lalu anak-anak melakukan pemanasan seperti biasa kalau mau main bola.
“Penonton dan
hadirin sebentar lagi akan kita saksikan laga terakhir hari ini yang akan
menjadi semi finalis kedua di grup B. Dua tim yang akan bertanding menggunakan
seragam ala Chelsea dan berhadapan dengan tim yang berbaju ala Argentina”.
Reporter membahas tentang seragam yang digunakan kedua tim yang akan bertanding
di sesi terakhir. Dengan kepiwaiannya membuat penonton yang tinggal sedikit
bertepuk tangan. Kalau dihitung mungkin penonton dengan pemain seimbang
jumlahnya.
“Anak-anak, kalian
jangan berpikir untuk memenangkan pertandingan”.
“Kenapa, Pak? Masak
iya bertanding untuk kalah. Ya nggak?”, tanya seorang siswa.
“Iya, Pak. Kalo cuma
mau kalah ya udah nggak usah capek-capek”, siswa yang lain menyahut.
“Bapak belum
selesai bicara kalian udah motong”, kata
Pak Udin.
“Ohhh, ya Pak, maaf”,
siswa yang tadi memotong pemicaraan berucap.
“Jadi kalian harus
menunjukkan permainan yang sungguh-sungguh. Jangan memikirkan tentang kalah dan
menang. Kalah dan menang itu pasti. Apalagi ini sistem gugur kan? Jadi salah
satu tim harus menang dan yang lainnya harus kalah. Dengan menunjukkan
permainan yang maksimal Bapak sudah senang”, Pak Udin menjelaskan.
“Ngerti Pak kalao
begitu. Ayo semangat bro!”, kata Ucok sebagai kapten kesebelasan.
“Priiiiit”.
Pertandingan dimulai. Baru tendangan pertama tim berseragam Chelsea yang
dikomandani Ucok langsung diserang. Pak Udin langsung berdiri memberi aba-aba
pada anak asuhnya. Menit demi menit serangan terus bertubi-tubi dialami oleh
kesebelasan Chelsea Spendra. Sebutan yang diberikan oleh reporter. Untung saja
tim ini memiliki penjaga gawang yang tangguh dan hebat. Itu juga sebutan
reporter. Entah penjaga gawang yang hebat atau penyerang yang tak mampu
menempatkan bola yang pas, yang jelas beberapa tendangan tak mampu menjebol
gawang yang dijaga oleh Unang.
“Unang memang
hebat”, kata Pak Udin dalam hati. Sampai dengan waktu turun minum kedudukan masih
imbang 0-0 walaupun sebetulnya tim Ucok kalah skill individu dan taktik perminan. Pak Udin juga mengakui
kehebatan permainan dan kecekatan tiap pemain tim lawan. Ketika istirahat yang
setengah main dengan waktu 10 menit Pak Udin tak menyia-nyiakan kesempatan
untuk memberikan strategi di babak kedua.
“Anak-anak, tim
lawan memang hebat. Tapi Unang lebih hebat”. Unang terlihat busung dadanya
diberi pujian oleh gurunya. Teman-temannya juga menepuk punggung dan ada yang
mengusap kepalanya.
“Pada babak kedua
ini kalian harus lebih berhati-hati. Setiap musuh menyerang dan kalian dapat
merebut bola, buang bola jauh-jauh ke luar lapang lawan. Jangan ada yang
menguasai bola. Ucok, bapak mengandalkanmu di depan. Hanya kamu satu-satunya
pemain depan. Yang lain berada di bawah. Ingat, jangan sampai ada pemain yang
melewati garis tengah kecuali ada lemparan dalam. Kita mengadu keberuntungan
dengan adu pinalti saja. Bapak yakin Unang dapat diandalkan sebagai penjaga
gawang yang tangguh”. Penjelasan Pak Udin dengan hati-hati dan setengah
berbisik. Pak Udin takut ada orang yang mendengar dan memata-matai sehingga
strateginya gagal. Anak-anak manggut-manggut, entah mengerti entah nggak
mendengar.
“Priiiit…”. Peluit
wasit dibunyikan. Kemudian tim Ucok membuat formasi lingkaran dan saling
berangkulan untuk berdoa seperti yang di tivi. Setelahnya tangan disatukan dan
“Bray….”, mereka berseru.
“Kita kembali ke
lapangan untuk menyaksikan babak kedua antara Chelsea melawan Argentina.
Akankah tercipta gol….” Reporter dengan lantang mengawal pertandingan babak
kedua yang memang tak berimbang permainannya. Sudah dapat diprediksi kalau Ucok
dan kawan-kawan bakalan dilumat habis di babak kedua ini. Serangan demi
serangan langsung menusuk ke jantung pertahanan tim Ucok. Mereka ingat akan
arahan pak gurunya yang sekaligus menjadi pelatih dan manajer tim. Bola harus
dibuang jauh ke lapang lawan. Itu yang dilakukan oleh skuadron pertahanan tim Ucok.
Dengan tenaga penuh setiap mendapat bola langsung ditendang sejauh-jauhnya.
Bola yang ditendang kuat-kuat terkadang sampai ke luar batas jaring lapang.
Jikalau kedua bola jauh ditendang, maka pertandingan berhenti beberapa saat.
Tim lawan merasa dipermainkan oleh tim Ucok. Pendukung dan penonton juga merasa
kecewa dengan pertandingan partai terakhir kali ini. Serangan yang dilancarkan
hanya dibalas dengan tendangan kuat sampai jauh. Suhu pertandingan jadi
meninggi di kubu lawan. Penonton mulai meninggalkan stadion. Penjaga gawang
lawan nyaris tak pernah memegang bola. Ucok juga tak pernah kebagian bola.
Pertandingan sudah
berjalan 25 menit, artinya lima menit lagi usai. Jika kedudukan masih 0-0, maka
akan dlakukan perpanjangan waktu 2 X 10 menit. Reporter yang mengantarkan
pertandingan berteriak-teriak karena Unang selalu mendapat ancaman yang sangat
serius.
“Ooooohhh….”.
penjaga gawang yang hebat. Tendangan yang cukup terarah dapat ditangkap oleh
Unang. Unang kelihatan tegang. Ia berpura-pura mencari teman yang kira-kira
dapat dikasih bola. Padahal sebenarnya hanya ingin mengulur-ulur waktu supaya
waktu habis percuma. Ia memantul-mantulkan bola sambil melihat ke arah Ucok
yang selalu saja menganggur. Dengan sepenuh tenaga, tendangan atas melambung
tinggi ke arah Ucok. Tendangan terlalu jauh sehingga sampai melewati Ucok dan
dibiarkan juga oleh pemain belakang lawan. Pada akhirnya bola ditangkap oleh
penjaga gawang lawan.
Dengan buru-buru
untuk mengakhiri pertandingan penjaga gawang menendang bola atas. Entah apa
yang terjadi, penjaga gawang terpeleset jatuh dan bola tendangannya mengenai
punggung temannya. Bola mantul kembali ke belakannya. Ucok yang tadinya
membelakangi, secara reflek lari ke arah bergulirnya bola dan beradu kecepatan
dengan pemain belakang yang satunya dengan jarak hampir sama dengan posisi
Ucok. Ucok yang tak pernah mendapat bola masih memiliki tenaga yang cukup kuat
untuk beradu kecepatan dengan pemain lawan yang selalu menyerang. Apa yang
terjadi? Penjaga gawang yang terjatuh saat menendang bola berusaha bangkit
kembali untuk menjaga gawangnya.
“Dua pemain penyerang
Chelsea dan bek kiri Argentina beradu kecepatan mengejar bola pantulan, semakin
dekat, semakin dekat, dan mereka menjatuhkan diri, dan woooow….gooool”. (Maret
2022)
No comments:
Post a Comment
TERIMA KASIH