Header Ads

Sunday, May 10, 2020

TEMBUS PENERBIT MAYOR


Menulis merupakan ekspresi pribadi penulisnya. Oleh karena itu, terasa sangat penting agar memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya. Lalu beliau menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat beliau sehingga tak pernah merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisannya. Dengan tidak mempedulikan  dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Beliau merasa menemukan lebih tentang "saya" dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah beliau menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya.
Selain menulis apa adanya, belisu pun menulis apa saja. Karena beliau guru, menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh menulis.

Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua temannya berkomentar bahwa tulisan beliau bagus. Istilah mereka, tulisannya emotif. Kata mereka juga, tulisan beliau dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasanya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisan beliau dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb.
Karena komentar tersebut, beliau mencoba membukukan tulisan-tulisannya yang selama ini merekam semua kejadian karena beliau memang senang membuat buku harian. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang dituliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi beliau, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).
Demikianlah waktu itu, kebetulan beliau menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya buku mata pelajaran. Ada interview terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran. Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam kesempatan interview itulah beliau banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku.
Banyak mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak terpikirkan. Pelajaran atau informasi itu awalnya, membuat beliau tidak nyaman karena menabrak prinsip menulisnya. Umpamanya, "Apakah ketika  menulis buku"menghimpun yang Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah ada,  apakah buku punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku tersebut? Untuk kepentingan pasar, "Apakah bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst. Terus terang, beliau merasa kurang nyaman dengan interview itu. Beliau merasa diam-diam mulai "dipenjara". Inikan ekspresi pribadi, mengapa orang lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh pulang dari interview.
Beliau yang tersadar mendapatkan ilmu pengetahuan lebih ketika beliau menjelaskan tentang tim yang akan menyebabkan karya beliau dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan bahwa yang menanyai itu mungkin editor. Sebab, beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut temannya itu, naskahnya sepertinya  punya potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya itu memang harus dipoles di sana sini.
Jika nanti naskah itu bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim. Kasarnya, semuanya akan menyukseskan beliau, begitu temannya meyakinkannya.
Oleh-oleh itulah yang menyebabkan beliau menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, beliau mengkhususkan pikiran ke buku "Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor menceritakan bahwa semua hal menyangkut bukunya selalu dalam konfirmasi. Artinya, semuanya akan terjadi jika beliau setuju.
Demikianlah beliau menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak,  yang sangat penting dalam proses kreatif, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa dicetak. Beliau gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking gembiranya, beliau menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang beliau menulis bukan untuk hal tersebut.
Akhirnya, mendapat konfirmasi ketika beliau dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan terbitnya buku tersebut. Pertama, menerima buku pribadi, kalau tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun yang Berserak". Ini soal bagaimana membuat bukunya laku. Saat itu kelihatan sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan yang berarti. Ketiga, diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian baru akan mendapat royaltinya. Untuk hal tersebut juga beliau tidak pandai memberi masukan.
Peran beliau kemudian adalah mengusahakan bukunya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit karena media sosial belum sedasyat sekarang. Kebetulan jadi pembicara, beliau berupaya menjual buku-bukunya pada kesempatan bicara tersebut.
Ada beberapa kejadian menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru". Semuanya mirip-mirip pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti itulah kira-kira.
JAWABAN PERTANYAAN
1.    Beliau menulis di buletin sekolah, kemudian buletin pendidikan DKI, lalu buletin Diknas, dst. Beliau tipe penulis, senang menulis, yang menarik buat beliau tulis, ya ditulis. Beberapa sering dilirik penerbit. Mungkin, lebih banyak buku yang tidak diterbitkan daripada yang diterbitkan. Beliau memang bukan tipe pandai menjual ide... Tak peduli tak dilirik penerbit.
Buku  “Guru juga Manusia” bisa terjual banyak (best seller) karena bantuan publikasi media sosial yang saaat itu sudah mulai menggejala. Untuk buku berikutnya, beliau mendapatkan berkah dari medsos itu.
Semua buku berkesan. Dia seperti anak sendiri. Dia ada yang berkembang dan bermakna bagi masyarakat luas. Ada juga yang diam-diam hanya dibaca sahabat dekat ketika dia terpuruk di sudut kamarnya. Semuanya disyukuri karena ia lahir dari beliau, beliau bangga atas rezekinya.
Penulis yang baik memang pembaca yang baik. Banyak-banyaklah membaca sehingga akan mampu menulis. Menulislah setiap hari tetapi disertai membaca agar tulisannya berkualitas.  Itu hukumnya. Menulis (produktif) pasokannya adalah membaca (reseptif). Manulis saja dan dengarkan respon dari sekitar. Penulis memang membutuhkan orang yang membuat terlecut menjadi lebih baik.
Mulailah menulis dengan membaca buku-buku yang diduga akan mirip ekspresi bentukannya seperti buku yang akan dibuat. Ketika datang ke perpustakaan atau toko buku, membaca itu untuk mendapatkan inspirasi. Kadang-kadang, beliau membeli buku atas tujuan seperti itu. Tentang meyakinkan memang dimulai dari penulis dahulu kalau peulis kurang yakin, celakanya pembaca juga demikian. Mulailah banyak membaca karya-karya yang bagus yang diminatnya. Dari situ, akan punya standar sendiri.
2.    Penulis harus menempatkan diri sesuai stamina dan kecenderungannya. Pada penulisan fiksi ada tipe sprinter, maka pilih cerpen. Kalau marathon, pilih novel. Mungkin bertahap dari lari jarak pendek karena latihan akhirnya bisa lari jarak jauh. Ada yang disebut, premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah sebuah headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis hebat memulai dari itu. Jika tidak memulai dari situ, kemungkinannya kalah tenaga, atau ngawur kemana-mana. Beliau tipe orang yang sering menyembunyikan karya jika belum final. Beliau seorang teatris. Suka membuat kejutan dengan membina puncak-puncak cerita. Termasuk di sini kelahiran anak (karya) beliau yang mengejutkan. Permasalahan penulis pemula sering serakah. Jadi penulis sekaligus editor. Akhirnya, nggak jadi-jadi. Baru satu bab dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. Ya Ambyar. Tulis saja, nanti ada jurinya: diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor. Jika mereka menganggap tulisan tersebut nggak laku di pasaran, tapi bilang itu bagus tak apa. Ada suatu masa yang dikatakan banyak orang jelek, saat itu malah dicari dan dibenarkan orang. Membaca yang banyak dan siapa saja yang disuka. Hebatnya, Tuhan Mahakreatif dan Penyayang. Penulis akan tumbuh menjadi diri sendiri tidak seperti Tere dan lainnya. Memang ada sedikit unsur seperti siapa tapi dalam dunia imajinassi itu sah. Namanya terinspirasi oleh apa ata siapa.
Penulis akan menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam hal karya. Akan menemukan warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam menulis. Ketika teman-teman memuji yang ditulis, maka di saat itulah kualitas naik ke permukaan. Teruskan dan pupuk kekuatan itu. Sampai kalau serpihan tulisan terjatuh di jalanan, ada seorang teman yang mengantarkan kepada Anda bahwa ini tulisan milik Anda. Kita akan bertanya, "kok tahu sih ini tulisan saya?" Dia kan jawab, "Saya sudah hapal itu Gaya Anda".
3.  Ketika bertemu penerbit beliau sudah bawa naskah utuh. Dari naskah itu kita mulai bicara. Beliau sering diminta menulis terus oleh beberapa penerbit karena beberapa buku tersebut yang dipergunakan di lembaga pendidikan terbit terus sekarang sudah jilid  belasan. Masalahnya di pembagian waktu atau prioritas, kelemahannya beliau kurang bisa kompromi.
Beliau tidak memikirkan tentang perseligkungan penerbit karena menulis untuk diri sendiri. Jadi, walaupun tak mendapat konfirmasi tentang royalti, padahal percetakan menerbitkan dan menjual bukunya. Beliau tak kurang suka dengan hal-hal yang diluar jangkauannya.
Kriteria yang dianggap layak untuk diterbitkan khususnya terkait buku mata pelajaran, biasanya mereka mencari buku:
o   menunjukkan penggunaan pendekatan baru;
o   lebih lengkap;
o   penulisnya memang berkualifikasi luar biasa;
o   Naskah renyah (enak dibaca);
o   diutakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik.


No comments:

Post a Comment

TERIMA KASIH