Dengan semangat
untuk saling belajar, beliau ingin sharing
tentang pengalaman menulis di rubrik opini dan hikmah Republika. Pertama, istilah mengikat makna
dipopulerkan oleh almarhum Hernowo. Segala hal yang berkaitan dengan aktivitas
menulis sebagai cara untuk memaknai hal-hal yang bisa kita lihat, dengar,
rasakan, renungi.

Sebelum dapat
mempublikasikan tulisan di media masa, beliau belajar menulis di buku harian.
Menulis di buku harian adalah cara ampuh untuk membangun kepercayaan diri untuk
menuangkan gagasan.
Berdasarkan kajian salah satu guru
menulis, yaitu Mas Bambang Trimansyah, sifat tulisan terbagi ke dalam 4 sifat,
yaitu:
1.
Pribadi
tertutup, yakni tulisan bersifat sangat pribadi dan cenderung dirahasiakan
agar tidak dibaca atau terbaca oleh orang lain. Tulisan ini biasanya berupa
diari, surat-surat pribadi, ataupun catatan-catatan rahasia.
2.
Pribadi
terbuka, yakni tulisan bersifat pribadi ataupun sangat pribadi, tetapi
dibiarkan ataupun disengaja untuk dibaca orang lain. Tulisan semacam ini muncul
akibat perkembangan teknologi informasi, terutama di dunia internet.
Tulisan-tulisan di blog, situs,
ataupun media sosial cenderung banyak yang bersifat pribadi, subjektif, dan
kadang malah dibuat sesuka hati.
3.
Publik
terbatas, yakni tulisan yang ditujukan untuk konsumsi orang banyak, tetapi
dalam lingkup terbatas, misalnya lingkup komunitas, lingkup keagamaan, ataupun
lingkup sesama teman yang saling kenal.
4.
Publik
terbuka, yakni tulisan yang ditujukan untuk konsumsi orang banyak secara
terbuka dan luas meskipun menyasar pada segmen pembaca tertentu. Tulisan ini
bebas dibaca siapa pun yang berminat.
Sifat menentukan
untuk siapa tulisan Anda tujukan. Pada sifat pertama menulis hanya untuk diri
sendiri yang membacanya. Sifat 2, 3, dan 4 adalah tulisan yang ditujukan untuk
publik sehingga perlu menimbang tujuan penulisan dan pembaca sasaran.
Sedangkan
berdasarkan ranahnya terbagi menjadi:
2. Akademik
3. Jurnalistik
4. Bisnis
5. Humas
6. Kisah
7. Catatan.
Menurut jenis
tulisan yang dihasilkan dikatergorikan menjadi:
1. Fiksi
2. Nonfiksi
3. Faksi.
Opini merupakan
jenis tulisan nonfiksi, ranah jurnalistik, dan sifat tulisannya publik terbuka.
Beberapa hal penting
yang harus diperhatikan agar tulisan kita memiliki ruh atau jiwanya. Menurut
Mas Fauzil Adhim, ada 6 aspek yang harus dikembangkan agar tulisan kita
memiliki jiwa. Tulisan akan memiliki jiwa saat penulis memiliki visi hidup
(cita-cita dan harapan), melibatkan emosi saat menulis, luas wawasannya (banyak
membaca, berdiskusi, jalan-jalan), berbagi pengalaman hidup nyata yang pernah
dialami, menggunakan nalar atau logika yang tepat, dan tulisan sebagai hasil
perenungan yang mendalam tentang apapun yang akan ditulis. Menulis bukanlah
bermain kata-kata, susunan kalimat yang indah bisa membosankan kalau tidak
memiliki makna yang kuat (M. Fauzhil Adhim : Dunia Kata).
Menulis
merupakan sebuah proses kegiatan dengan melalui tahapan. Tahapan yang dimaksud
adalah :
1. Menggagas
Yang dimaksud menggagas yaitu berpikir, memikirkan sesuatu tentang apa yang akan dilakukan (dalam hal ini menulis) sehingga timbul perencanaan. Didalamnya termasuk:
·
Mengumpulkan bahan referensi;
·
Menentukan pembaca sasaran;
·
Mengembangkan ide menjadi kerangka.
2. Meyusun Draf
Draf adalah sebuah rancangan tulisan atau konsep tulisan yang masih belum final sehingga memungkinkan untuk direvisi atau diganti. Kegiatan menusun draf meliputi :
·
Menulis bebas;
· Memasukkan bahan yang relevan dengan pengalaman
diri, pengalaman orang lain, latar belakang ilmu dan pengetahuan yang dimiliki;
·
Memasukkan data dan fakta;
·
Mengembangkan gaya penulisan yang tepat sesuai
pembaca sasaran.
3. Merevisi, memperbaiki tulisan yang masih terdapat kesalahan sebelum menuju tahap penyuntingan.
4. Menyunting, menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat), memastikan tidak ada kesalahan. Memperbaiki tulisan dari aspek tata bahasa, ketelitian data dan fakta, kesantunan. Tak boleh ada kesalahan elementer.
5. Menerbitkan, menentukan publikasi tulisan pada media yang tepat serta pembaca yang tepat baik media daring atau media cetak.
Di luar teknis
menulis yang disampaikan di atas, faktor nonteknis seperti disiplin menulis,
tak pantang menyerah mengirimkan tulisan ke media meski sering ditolak dan tak
dimuat, juga tak berhenti belajar meningkatkan keterampilan menulis. Jauh
sebelum tulisan beliau dimuat di rubrik opini dan Hikmah Republika, sejak tahun
2007 konsisten menulis di Republika Online. Ini menjadi faktor nonteknis, punya
jalinan silaturahim dengan para redaktur di media masa. Kita mendapatkan
informasi dan masukan dari para redaktur agar kualitas tulisan lebih baik dan
potensial dimuat di media cetak.
JAWABAN DARI PENANYA
1. Setiap media cetak punya kebijakan sendiri terkait standar tulisan yang akan mereka terima. Misal, tulisan Hikmah Republika tak ada di media cetak lain. Rubrik Hikmah khas punya Republika. Jadi, penulis harus pelajari secara cermat rubrik-rubrik yang ada di setiap media cetak agar bisa tepat memilih media mana untuk menerbitkam tulisan itu.
Syarat paling utama artikel bisa layak cetak di media adalah ide orisinal dan menarik, data dan fakta yang disajikan sahih, tata bahasa baik, dan sesuai dengan kriteria dari redaktur media cetak.
Tulisan yang pasti ditolak media adalah yang tidak mengikuti kaidah yang sudah ditetapkan media. Misal, kita menulis sesuatu yang bersifat SARA, gagasan terlalu umum, batas maksimal karakter tak diindahkan.
Ciri artikel yang menarik untuk diterbitkan ialah ide tulisan orisinal, aktual dengan situasi kekinian di masyarakat, tata bahasa baik, data dan fakta penunjang gagasan lengkap dan sahih. Menyiasati waktu dan tema penulis harus sensitif dengan momentum yang akan terjadi, misal, 6 hari lagi merupakan momen Hari Kebangkitan Nasional. Nah, dari sekarang sudah mulai menyiapkan bahan belanja gagasan, tentukan ide yang akan ditulis, dan tuliskan dan kirimkan tulisannya paling lambat sehari sebelum tanggal 20 Mei. Prinsip umum demikian.
2. Ada beberapa pendekatan saat menulis. Ada yang langsung menetapkan judul, lalu membuat tulisan. Tetapi ada juga yang sebaliknya, buat tulisan dulu untuk menguraikan idenya, judul bagian terakhir. Lebih baik menulis dulu baru judul diputuskan terakhir. Boleh minta pendapat ke guru menulis atau rekan sejawat terkait pilihan judul dari tulisan yang sudah dibuat.
Hambatan paling mendasar kita sulit mengalirkan gagasan karena gagasan yang mau diungkapkan belum jelas. Persoalan lainnya, kekurangan bahan untuk menunjang penyelesaian tulisan. Hal lain yang juga kerap terjadi, saat menulis, menempatkan diri dalam 2 peran sekaligus sebagai penulis juga editor. Saat menulis, lalu diedit, lalu berhenti. Balik lagi ke awal. Terus terjadi seperti itu. Alhasil gagasan kita lewat tulisan tak selesai-selesai.
3. Menyiasati ketidakpercayaan diri atas tulisan yang sudah ditulis harus konsisten menulis dulu di buku harian atau personal blog yang bersifat pribadi. Jika sudah mulai percaya diri, publikasikan tulisan tersebut. Jangan takut mendapat kritikan dan masukan dari pembaca terhadap tulisan itu. Karena justru hal tersebut bisa menjadi cermin untuk terus meningkatkan kualitas tulisan.
Mengasah emosi dalam kepenulisan sehingga tulisan bisa berkualitas yaitu dengan menuliskan sesuatu yang benar-benar pernah dialami oleh diri sendiri. Beliau pernah membuat tulisan di rubrik Hikmah Republika saat istrinya wafat. Ternyata susah memulai kata pertama dan menutup kata terakhir karena ada rasa yang hadir menemani saat membuat tulisan.
No comments:
Post a Comment
TERIMA KASIH